Batasan
Gagal ginjal kronik adalah suatu proses
patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi
ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal.
Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis
yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu
derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis
atau transpalantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik
yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit
ginjal kronis.1
Tabel 1 Kriteria penyakit ginjal kronik
|
|
|
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik,
klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu
stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih
rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.
Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal,
stadium 2 kerusakan ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium
3 kerusakan ginjal dengan penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4
kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi ginjal, dan stadium 5 adalah
gagal ginjal. Klasifikasi tersebut dapat ditentukan berdasarkan laju filtrasi
glomerulus (LFG) yang dihitung berdasarkan rumus Kockroft-Gault sebagai
berikut:1
LFG (ml/mnt/1,73m2=
|
|
||
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
|
*) pada perempuan dikalikan 0,85
Tabel 2 Laju filtrasi glomerulus (LFG)
dan stadium penyakit ginjal kronik
Stadium
|
Deskripsi
|
LFG
(mL/menit/1.73 m²)
|
1
|
Kerusakan ginjal
disertai LFG normal atau meninggi
|
≥ 90
|
2
|
Penurunan ringan
LFG
|
60-89
|
3
|
Penurunan
moderat LFG
|
30-59
|
4
|
Penurunan berat
LFG
|
15-29
|
Etiologi
Dari data yang
sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR) pada
tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut
glomerulonefritis (25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal
polikistik (10%).1,3,4
a.
Glomerulonefritis
Istilah
glomerulonefritis digunakan untuk berbagai penyakit ginjal yang etiologinya
tidak jelas, akan tetapi secara umum memberikan gambaran histopatologi tertentu
pada glomerulus (Markum, 1998). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan,
glomerulonefritis dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer
apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan
glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit
sistemik lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES),
mieloma multipel, atau amiloidosis.
Gambaran
klinik glomerulonefritis mungkin tanpa keluhan dan ditemukan secara kebetulan
dari pemeriksaan urin rutin atau keluhan ringan atau keadaan darurat medik yang
harus memerlukan terapi pengganti ginjal seperti dialisis.
b. Diabetes
melitus
Menurut
American Diabetes Association (2003) dalam Soegondo (2005) diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya.
Diabetes
melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini
dapat mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan.
Gejalanya sangat bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara
perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari akan adanya perubahan seperti
minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering ataupun berat
badan yang menurun. Gejala tersebut dapat berlangsung lama tanpa diperhatikan,
sampai kemudian orang tersebut pergi ke dokter dan diperiksa kadar glukosa
darahnya.
c. Hipertensi
Hipertensi
adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg,
atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer, 2001). Berdasarkan
penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial
atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan
hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi renal.
d. Ginjal
polikistik
Kista
adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang
semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan
kista-kista yang tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula.
Selain oleh karena kelainan genetik, kista dapat disebabkan oleh berbagai
keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan kelainan genetik yang
paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah penyakit
ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena
sebagian besar baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata
kelainan ini dapat ditemukan pada fetus, bayi dan anak kecil, sehingga istilah
dominan autosomallebih tepat dipakai daripada istilah penyakit ginjal
polikistik dewasa.
e. Batu
ginjal
Batu
ginjal dapat menyebabkan terjadinya gagal ginjal melaalui beberapa proses. Batu
ginjal dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi yang akhirnya dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan ginjal, selain itu adanya batu ginjal dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi saluran kemih atas yang bila berlangsung
dalam waktu lama dapat mengakibatkan terjadinya gagal ginjal.
Dalam
suatu penelitian juga disebutkan bahwa penderita batu ginjal memiliki resiko
mengalami gagal ginjal 50-60% lebih tinggi dibandingkan pada orang yang tidak
mengalami batu ginjal.2,4
Faktor risiko
Faktor risiko
gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau hipertensi,
obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat
penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam keluarga.1
Patofisiologi
Penurunan fungsi
ginjal yang progresif tetap berlangsung terus meskipun penyakit primernya telah
diatasi atau telah terkontrol. Hal ini menunjukkan adanya mekanisme adaptasi
sekunder yang sangat berperan pada kerusakan yang sedang berlangsung pada
penyakit ginjal kronik. Bukti lain yang menguatkan adanya mekanisme tersebut
adalah adanya gambaran histologik ginjal yang sama pada penyakit ginjal kronik
yang disebabkan oleh penyakit primer apapun. Perubahan dan adaptasi nefron yang
tersisa setelah kerusakan ginjal yang awal akan menyebabkan pembentukan jaringan
ikat dan kerusakan nefron yang lebih lanjut. Demikian seterusnya keadaan ini
berlanjut menyerupai suatu siklus yang berakhir dengan gagal ginjal terminal.1
Gambaran klinik
Gambaran klinik
gagal ginjal kronik berat disertai sindrom azotemia sangat kompleks, meliputi
kelainan-kelainan berbagai organ seperti: kelainan hemopoeisis, saluran cerna,
mata, kulit, selaput serosa, kelainan neuropsikiatri dan kelainan
kardiovaskular.
a. Kelainan
hemopoeisis
Anemia
normokrom normositer dan normositer (MCV 78-94 CU), sering ditemukan pada
pasien gagal ginjal kronik. Anemia yang terjadi sangat bervariasi bila ureum
darah lebih dari 100 mg% atau bersihan kreatinin kurang dari 25 ml per menit.
b. Kelainan
saluran cerna
Mual
dan muntah sering merupakan keluhan utama dari sebagian pasien gagal ginjal
kronik terutama pada stadium terminal. Patogenesis mual dam muntah masih belum
jelas, diduga mempunyai hubungan dengan dekompresi oleh flora usus sehingga
terbentuk amonia. Amonia inilah yang menyebabkan iritasi atau rangsangan mukosa
lambung dan usus halus. Keluhan-keluhan saluran cerna ini akan segera mereda
atau hilang setelah pembatasan diet protein dan antibiotika.
c. Kelainan mata
Visus
hilang (azotemia amaurosis) hanya dijumpai pada sebagian kecil pasien gagal
ginjal kronik. Gangguan visus cepat hilang setelah beberapa hari mendapat
pengobatan gagal ginjal kronik yang adekuat, misalnya hemodialisis. Kelainan
saraf mata menimbulkan gejala nistagmus, miosis dan pupil asimetris. Kelainan
retina (retinopati) mungkin disebabkan hipertensi maupun anemia yang sering
dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Penimbunan atau deposit garam kalsium
pada conjunctiva menyebabkan gejala red eye syndrome akibat
iritasi dan hipervaskularisasi. Keratopati mungkin juga dijumpai pada beberapa
pasien gagal ginjal kronik akibat penyulit hiperparatiroidisme sekunder atau
tersier.
d. Kelainan kulit
Gatal
sering mengganggu pasien, patogenesisnya masih belum jelas dan diduga
berhubungan dengan hiperparatiroidisme sekunder. Keluhan gatal ini akan segera
hilang setelah tindakan paratiroidektomi. Kulit biasanya kering dan bersisik,
tidak jarang dijumpai timbunan kristal urea pada kulit muka dan dinamakan urea
frost
e. Kelainan
selaput serosa
Kelainan
selaput serosa seperti pleuritis dan perikarditis sering dijumpai pada gagal
ginjal kronik terutama pada stadium terminal. Kelainan selaput serosa merupakan
salah satu indikasi mutlak untuk segera dilakukan dialisis.
f. Kelainan
neuropsikiatri
Beberapa
kelainan mental ringan seperti emosi labil, dilusi, insomnia, dan depresi
sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik. Kelainan mental berat
seperti
konfusi, dilusi, dan tidak jarang dengan gejala psikosis juga sering dijumpai
pada pasien GGK. Kelainan mental ringan atau berat ini sering dijumpai pada
pasien dengan atau tanpa hemodialisis, dan tergantung dari dasar kepribadiannya
(personalitas).
g. Kelainan
kardiovaskular
Patogenesis
gagal jantung kongestif (GJK) pada gagal ginjal kronik sangat kompleks.
Beberapa faktor seperti anemia, hipertensi, aterosklerosis, kalsifikasi sistem
vaskular, sering dijumpai pada pasien gagal ginjal kronik terutama pada stadium
terminal dan dapat menyebabkan kegagalan faal jantung.
Diagnosis
Pendekatan
diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) mempunyai sasaran berikut:
a. Memastikan
adanya penurunan faal ginjal (LFG)
b. Mengetahui
etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi
c.
Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)
d. Menentukan
strategi terapi rasional
e. Meramalkan
prognosis
Pendekatan
diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan yang
terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan
pemeriksaan penunjang diagnosis rutin dan khusus.
a. Anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Anamnesis
harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan dengan retensi
atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk
semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan
subjektif dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum
klinik luas dan melibatkan banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan
faal ginjal.
b. Pemeriksaan
laboratorium
Tujuan
pemeriksaan laboratorium yaitu memastikan dan menentukan derajat penurunan faal
ginjal (LFG), identifikasi etiologi dan menentukan perjalanan penyakit termasuk
semua faktor pemburuk faal ginjal.
1)
Pemeriksaan faal ginjal (LFG)
Pemeriksaan
ureum, kreatinin serum dan asam urat serum sudah cukup memadai sebagai uji
saring untuk faal ginjal (LFG).
2)
Etiologi gagal ginjal kronik (GGK)
Analisis
urin rutin, mikrobiologi urin, kimia darah, elektrolit dan imunodiagnosis.
3)
Pemeriksaan laboratorium untuk perjalanan penyakit
Progresivitas
penurunan faal ginjal, hemopoiesis, elektrolit, endoktrin, dan pemeriksaan lain
berdasarkan indikasi terutama faktor pemburuk faal ginjal (LFG).
c. Pemeriksaan
penunjang diagnosis
Pemeriksaan
penunjang diagnosis harus selektif sesuai dengan tujuannya, yaitu:
1)
Diagnosis etiologi GGK
Beberapa
pemeriksaan penunjang diagnosis, yaitu foto polos perut, ultrasonografi (USG),
nefrotomogram, pielografi retrograde, pielografi antegrade dan Micturating
Cysto Urography (MCU).
2)
Diagnosis pemburuk faal ginjal
Pemeriksaan
radiologi dan radionuklida (renogram) dan pemeriksaan ultrasonografi (USG).
Pencegahan
Upaya pencegahan terhadap penyakit
ginjal kronik sebaiknya sudah mulai dilakukan pada stadium dini penyakit ginjal
kronik. Berbagai upaya pencegahan yang telah terbukti bermanfaat dalam mencegah
penyakit ginjal dan kardiovaskular, yaitu pengobatan hipertensi (makin rendah
tekanan darah makin
kecil risiko
penurunan fungsi ginjal), pengendalian gula darah, lemak darah, anemia,
penghentian merokok, peningkatan aktivitas fisik dan pengendalian berat badan.3
Penatalaksanaan
a. Terapi
konservatif 1
Tujuan
dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal secara
progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,
memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan dan
elektrolit.
1)
Peranan diet
Terapi
diet rendah protein (DRP) menguntungkan untuk mencegah atau mengurangi toksin
azotemia, tetapi untuk jangka lama dapat merugikan terutama gangguan
keseimbangan negatif nitrogen.
2) Kebutuhan jumlah kalori
Kebutuhan
jumlah kalori (sumber energi) untuk GGK harus adekuat dengan tujuan utama,
yaitu mempertahankan keseimbangan positif nitrogen, memelihara status nutrisi
dan memelihara status gizi.
3)
Kebutuhan cairan
Bila
ureum serum > 150 mg% kebutuhan cairan harus adekuat supaya jumlah diuresis
mencapai 2 L per hari.
4)
Kebutuhan elektrolit dan mineral
Kebutuhan
jumlah mineral dan elektrolit bersifat individual tergantung dari LFG dan
penyakit ginjal dasar (underlying renal disease).
b. Terapi
simtomatik
1)
Asidosis metabolik
Asidosis
metabolik harus dikoreksi karena meningkatkan serum kalium (hiperkalemia).
Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapatdiberikan suplemen alkali.
Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan intravena bila
pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.
2)
Anemia
Transfusi
darah misalnya Paked Red Cell (PRC) merupakan salah satu pilihan terapi
alternatif, murah, dan efektif. Terapi pemberian transfusi darah harus
hati-hati karena dapat menyebabkan kematian mendadak.
3)
Keluhan gastrointestinal
Anoreksi,
cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering dijumpai pada GGK.
Keluhan gastrointestinal ini merupakan keluhan utama (chief complaint)
dari GGK. Keluhan gastrointestinal yang lain adalah ulserasi mukosa mulai dari
mulut sampai anus. Tindakan yang harus dilakukan yaitu program terapi dialisis
adekuat dan obat-obatan simtomatik.
4)
Kelainan kulit
Tindakan
yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.
5)
Kelainan neuromuskular
Beberapa
terapi pilihan yang dapat dilakukan yaitu terapi hemodialisis reguler yang
adekuat, medikamentosa atau operasi subtotal paratiroidektomi.
6)
Hipertensi
Pemberian
obat-obatan anti hipertensi.
7)
Kelainan sistem kardiovaskular
Tindakan
yang diberikan tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita.
c. Terapi
pengganti ginjal 1,3
Terapi
pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,
dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal (Suwitra, 2006).
1)
Hemodialisis
Tindakan
terapi dialisis tidak boleh terlambat untuk mencegah gejala toksik azotemia,
dan malnutrisi. Tetapi terapi dialisis tidak boleh terlalu cepat pada pasien
GGK yang belum tahap akhir akan memperburuk faal ginjal (LFG).
Indikasi
tindakan terapi dialisis, yaitu indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa
yang termasuk dalam indikasi absolut, yaitu perikarditis,
ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak
responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter, muntah persisten, dan Blood
Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin > 10 mg%. Indikasi
elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual, anoreksia, muntah, dan
astenia berat.
Hemodialisis
di Indonesia dimulai pada tahun 1970 dan sampai sekarang telah dilaksanakan di
banyak rumah sakit rujukan. Umumnya dipergunakan ginjal buatan yang kompartemen
darahnya adalah kapiler-kapiler selaput semipermiabel (hollow fibre kidney).
Kualitas hidup yang diperoleh cukup baik dan panjang umur yang tertinggi sampai
sekarang 14 tahun. Kendala yang ada adalah biaya yang mahal.
2)
Dialisis peritoneal (DP)
Akhir-akhir
ini sudah populer Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) di
pusat ginjal di luar negeri dan di Indonesia. Indikasi medik CAPD, yaitu pasien
anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah
menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung akan
mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan
residual urin masih cukup, dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity
dan co-mortality. Indikasi non-medik, yaitu keinginan pasien
sendiri, tingkat intelektual tinggi untuk melakukan sendiri (mandiri), dan di
daerah yang jauh dari pusat ginjal.
3)
Transplantasi ginjal
Transplantasi
ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal). Pertimbangan
program transplantasi ginjal, yaitu:
a)
Cangkok ginjal (kidney transplant) dapat mengambil alih seluruh (100%)
faal ginjal, sedangkan hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal
alamiah
b)
Kualitas hidup normal kembali
c)
Masa hidup (survival rate) lebih lama
d)
Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat
imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan
e)
Biaya lebih murah dan dapat dibatasi
Daftar Pustaka
- Suwitra ketut. Penyakit ginjal kronik dalam buku ajar ilmu penyakit dalam hal. 570-573. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia. Jakarta. 2006.
- Sja’bani mochamad. Batu saluran kemih dalam buku ajar ilmu penyakit dalam hal. 563-568. Pusat penerbitan ilmu penyakit dalam fakultas kedokteran universitas indonesia. Jakarta. 2006.
- Tomson C et all. Chronic kidney disesase in adults: UK guidelines for identification, management and referral. 2004.
- Anddrew D et all. Kidney stones and the risk for chronic kidney disease. 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar